Minggu, 10 Maret 2013




BERBAGAI CONTOH KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA

  • ·         Kasus Marsinah

Kasus ini berawal dari unjuk rasa dan pemogokan yang dilakukan buruh PT.CPS pada tanggal 3-4 Mei 1993. Aksi ini berbuntut dengan di PHK-nya 13 buruh. Marsinah menuntut dicabutnya PHK yang menimpa kawan-kawannya Pada 5 Mei 1993 Marsinah ‘menghilang’, dan akhirnya pada 9 Mei 1993, Marsinah ditemukan tewas dengan kondisi yang mengenaskan di hutan Wilangan Nganjuk.

  • ·         Kasus Trisakti dan Semanggi

Kasus Trisakti dan Semanggi, terkait dengan gerakan reformasi. Arah gerakan reformasi adalah untuk melakukan perubahan yang lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gerakan reformasi dipicu oleh krisis ekonomi tahun 1997. Krisis ekonomi terjadi berkepanjangan karena fondasi ekonomi yang lemah dan pengelolaan pemerintahan yang tidak bersih dari KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme). Gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa menuntut perubahan dari pemerintahan yang otoriter menjadi pemerintahan yang demokratis, mensejahterakan rakyat dan bebas dari KKN.
Demonstrasi merupakan senjata mahasiswa untuk menekan tuntutan perubahan ketika dialog mengalami jalan buntuk atau tidak efektif. Ketika demonstrasi inilah berbagai hal yang tidak dinginkan dapat terjadi. Karena sebagai gerakan massa tidak mudah melakukan kontrol. Bentrok fisik dengan aparat kemanan, pengrusakan, penembakan dengan peluru karet maupun tajam inilah yang mewarai kasus Trisakti dan Semanggi. Kasus Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 yang menewaskan 4 (empat) mahasiswa Universitas Trisakti yang terkena peluru tajam. Kasus Trisakti sudah ada pengadilan militer. Tragedi Semanggi I terjadi 13 November 1998 yang menewaskan setidaknya 5
(lima) mahasiswa, sedangkan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999, menewaskan 5 (lima) orang. Dengan jatuhnya korban pada kasus Trisakti,
emosi masyarakat meledak. Selama dua hari berikutnya 13 – 14 Mei terjadilah kerusuhan dengan membumi hanguskan sebagaian Ibu Kota Jakarta. Kemudian berkembang meluas menjadi penjarahan dan aksi SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan). Akibat kerusuhan tersebut, Komnas HAM mencatat :
1) 40 pusat perbelanjaan terbakar;
2) 2.479 toko hancur;
3) 1.604 toko dijarah;
4) 1.119 mobil hangus dan ringsek;
5) 1.026 rumah penduduk luluh lantak;
6) 383 kantor rusak berat; dan
7) yang lebih mengenaskan 1.188 orang meninggal dunia. Mereka kebanyakan mati di pusat – pusat perbelanjaan ketika sedang membalas dendam atas
kemiskinan yang selama ini menindih (GATRA, 9 Januari 1999).

Dengan korban yang sangat besar dan mengenaskan di atas, itulah harga yang harus dibayar bangsa kita ketika menginginkan perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Seharusnya hal itu masih dapat dihindari apabila semua anak bangsa ini berpegang teguh pada nilai – nilai luhur Pancasila sebagai acuan dalam memecahkan berbagai persoalan dan mengelola negara tercinta ini. Peristiwa Mei tahun 1998 dicatat disatu sisi sebagai. Tahun Reformasi dan pada sisi lain sebagai Tragedi Nasional.


  • ·         Kasus Bom Bali

Peristiwa peledakan bom oleh kelompok teroris di Legian Kuta Bali 12 November 2002, yang memakan korban meninggal dunia 202 orang dan ratusan yang luka-luka, semakin menambah kepedihan kita. Apalagi yang menjadi korban tidak hanya dari Indonesia, bahkan kebanyakan dari turis manca negara yang datang sebagai tamu di negara kita yang mestinya harus dihormati dan dijamin keamanannya.


  • ·         Kasus-kasus lainnya


Di Indonesia sendiri sudah banyak contoh kasus pelanggaran HAM yang sudah terjadi. Mulai dari kasus Gerakan 30 September PKI (G30S PKI), kasus Maluku Berdarah, kasus perang antar suku di Sambas, hingga kasus kekerasan dan penghinaan lewat pesan SMS terhadap Meriam Belina oleh Hotman Paris baru-baru ini juga dituding sebagai contoh kasus pelanggaran HAM.




Berdasarkan laporan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), kasus pelanggaran HAM
di Indonesia mencapai angka 5000 sampai 6000 kasus tiap tahunnya. termasuk pelanggaran HAM oleh institusi pemerintahan dan swasta termasuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polisi.



 Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Indonesia


  • ·         Demokrasi pada priode 1945-1959

Demokrasi pada masa dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer yang dimulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan di proklamirkan dan diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950, karna kurang cocok untuk indonesia. Persatuan yang dapat di galang selama menghadapi musuh bersama dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan konstuktif sesudah kemerdekaan tercapai karna lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan dewan perwakilan rakyat.
Kekuatan sosial dan politik yang memperoleh saluran dan tempat yang realisistas dalam kontelasi politik, padahal merupakan kekuatan yang paling penting yaitu seorang presiden yang tidak mau bertindak sebagai “Rubber stamppresident” (presiden yang membubuhi capnya belaka) dan tentara yang karna lahir dalam repolusi merasa bertanggung jawab untuk turut menyelesaikan persoalan-persoalan yang di hadapi oleh masyarakat indonesia pada umumnya.

  • ·         Demokrasi Pada Priode 1950-1965

Ciri-ciri priode ini adalah dominasi dari presiden. Terbatasnya terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik.

  • ·         Demokrasi Pada Periode 1965-1998

Perkembangan demokrasi di negara kita di tentukan batas-batasnya tidak hanya oleh keadaan sosial, kulturia, gegrapis dan ekonomi, tetapi juga oleh penelitian kita mengenai pengalam kita pada masa lampau kita telah pada sampai titik dimana pada disadari bahwa badan exsekutip yang tidak kuat dan tidak kontinyu tidak akan memerintah secara efektip sekalipun ekonominya teratur dan sehat, tetapi kita menyadarinya pula bahwa badan eksekutip yang kuat tetapi tidak “commited” kepada suatu perogram pembangunan malahan mendapat kebobrokan ekonomi karna kekuasaan yang di milikinya di sia-siakan untuk tujuan yang ada pada hakikatnya merugikan rakyat.
Dengan demikian secara umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi pancasila tidak berbeda dengan demokrasi pada umumnya. Karna demokrasi pancasila memandang kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem demokrasi. Karenanya rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. Begitu pula partisipasi yang sama semua rakyat untuk itu pemerintah patit memberikan perlindungan dan jaminan bagi warga negara dalam menjalankan hak politik.

  • ·         Demokrasi Pada Periode 1998-sekarang

Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada 4 faktor kunci yaitu:
1.    Komposisi elite politik
2.    Desain institusi politik
3.    Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite
4.    Peran civil society (masyarakat madani)
Ke-4 faktor diatas itu harus di jalan secara sinergis dan berkelindan sebagai modal untuk mengonsolidasikan demokrasi. Pengalaman negara-negara demokrasi yang sudah established memperlihatkan bahwa institusi-institusi demokrasi bisa tetap berfungsi walaupun jumlah pemilihannya kecil. Karena itu untuk mengatur tingkat kepercayaan publik terhadap instusi tidak terletakkan pada beberapa besar partisipasi politik warga yang bisa dijadikan indikasi bahwa masyarakat memiliki kepercayaan terhadap institus-institusdemokrasi adalah apakah partisipasi politik mereka itu dilakukan secara suka rela atau dibayar dengan gerakan.
Demokrasi di Indonesia Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Harapan lain dalam suksesnya transaksi demokrasi indonesia mungkin adalahpada paran sivil society(masyarakat madani) untuk mengurangi polarisasi politik dan menciptakan kultur toleransi , transaksi demokrasi selalu di mulai dengan jatuhnya pemerintah otoriter , seadangkan panjang pendeknya maka maka transisi tergantung pada kemampuan rezim demokrasi baru mengatasi problem tradisional yang menghadang . problem paling mendasar di hadapi negara yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi adalah ketidak mampuan membetuk tata pemerintahan baru yang bersih, transparan dan akuntabel akibatnya legitimasi demokrsi menjadi lemah . Tanpa legitimasi yang kuat,rezim demokrasi baru akan kehilangan daya tariknya.
Secara historis, semakin berhasil suatu rezim dalam menyediakan apa yang diinginkan rakyat, semakin mengakar kuat dan dalam keyakinan mereka terhadap legitimasi demokrasi pada saat yang sama,legitimasi juga merupakan independen rezim. Semakain kuat keyakinan legitimasi demokrasi dan komitmen untuk mematuhi atuaran main sistem demokrasi, semakin manjur rezim dalam merumuskan kebijakan untuk merespon persoalan yang di hadapi masyarakat. Legitimasi demokrasi juga bisa di pengaruhai oleh bagaimana institusidemokrasi tertentu mengartikulasi bentuk-bentuk otoritas yang terlegitasi dan kemudian melakukan sosialisasi, penyebaran pendidikan dan perubahan kultur sosial , performance rezim bukan hanya dinilai dari perkembangan remormasi sosial, melainkan juga meliputi dimensi politik krusial lain seperti kemampuan untuk mewujudkan ketertiban, memerintah secara transparan, menegaskan hukum (Rule Of Law) dan menghargai serat mempertahankan aturan main demokrasi.
Diatas segala-galanya yang juga di butuhkan oleh demokrasi yang baru tumbuh seperti di negri kita adalah pengelolaan yang efektip di bidang ekonomi, selain bidang pemerintah. Dengan demikian penerapan demokrasi tidak saja dalam area politik, melainkan dalam bidang eonomi,sosial, dan budaya. Jika demokrasi yang baru tumbuh dapat mengelola pembangunan ekonomi efektif maka mereka juga dapat menata rumah tangga politik mereka dengan baik, tetapi ketegangan-ketegangan yang segera timbulakibat pertumbuhan ekonomi bisa jaadi juga menggerogoti stablitas demokrasi dalam jangka panjang.
Indikasi kearah terwujudnya kehidupan demokrattis dalam area transisimenuju demokrasi di indonesia antara lain adanya reposisi dan redifinasi TNI dalam kaitannya dengan keberadaannya pada sebuah negara demokrasi di amandemennya pasal- pasal dalam konstitusi negara RI (amandemen 1-IV) adanya kebebasan pers di jalankan kebebasan otonomi daerah dan sebagainya. Akan tetapi sampai saat ini pun masih di jumpai indikasi- indikasi kembalainya kekuasaan status Quo yang ingin memutarbalikkan arah demokrasi indonesia kembali ke periode sebelum orde reformasi. Oleh karenaitu, kondisi transisi dmokrasi di indonesia masih berada di persampingan jalan yang belum jelas kemana arah perubahannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar