Faiz Aisyah Zuraidah /
32412690
2ID01
Membangun Stategi Sosial untuk Membangun Nasionalisme yang Berkelanjutan
Nationalisme yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 tidak serta merta
terbentuk seperti membalikan telapak tangan. Kemerdekaan Indonesia membutuhkan
waktu dan proses, mengikuti defenisi Ernest Renan, “nationalisme sebagai
semangat hidup bersama perlu ditumbuh kembangkan dan dalam prosesnya, akan
dialami pasang surut”, proses tidak linear. Proses itu disebut nationalisme
building, oleh karena itu, pada zaman orde baru, pembangunan disebut juga
bagian dari nationalisme building dimana proses berkelanjutan tanpa henti dan
tidak pernah berakhir.
Dalam semangat hidup bersama tadi, kita menjunjung
beberapa pilar dasar dan salah satunya adalah semangat kerukunan dan toleransi.
Toleransi dan kerukunan pun perlu ditumbuh kembangkan terus melalui pendidikan
kewarganegaraan bagi seluruh bangsa dan Negara dalam wujud rentetan kehidupan
perilaku para elit pemimpin bangsa yang terus menerus secara konsekuen dan
konsisten. Tanpa kepemimpinan yang bijaksana, maka tujuan nasionalisme building
untuk membangun bangsa dengan semangat hidup bersamam mustahil akan berhasil.
Norman Cousins peringatkan “Le tragedie de la vie n est pas la mort, mais ce
que nous laissons mourir en nous au cours de notre vie, tragedi kehidupan
bukanlah kematian, melainkan sesuatu yang kita biarkan mati dalam diri kita
selama hidup kita Jadi apa yang kita biarkan mati dalam diri bangsa Indonesia
selama ini? Adalah keinginan hidup bersama yang menjadi sumpah pada 28 Oktober
1928 dan menjadi komitmen pada tanggal 17 Agustus 1945 Panggilan dan misi bagi
bangsa ini secara khusus pada dasarnya adalah segera merestorasi semangat hidup
bersama dengan kata lain membangun iklim kehidupan bersama yang rukun dan
harmonis dan menindak tegas perbuatan- perbuatan yang berdampak pada perpecahan
bangsa.
Tiap pikiran, perkataan dan perbuatan yang cenderung
memecah bangsa jangan dibiarkan berkembang biak, harus kita kubur dalam-dalam,
harus kita lawan setiap tindakan yang dapat memecah belah kita. Setiap kejadian
yang telah terjadi kita refleksikan demi otokritik dan otokoreksi diri kita
niscaya kita dapat berubah kearah yang lebih baik” Dan integral tidak boleh
dipahami secara parsial atau Per Sila. Pemahaman terbatas misalnya, “Sila
Ketuhanan” mudah sekali akan terjerumus dalam fanatisme atau fundamentalitasme
agama tertentu dan mengklaim kebenarannya sendiri. Pemahaman “Sila Ketuhanan”
haruslah disertai dengan kemauan, kesadaran serta menjamin kemanusiaan yang
beradab. Persatuan Indonesia melalui persatuan dan kesatuan sosial.Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan serta
mampu mewujudkan kesejahteraan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
(sdr).
Sumber
:


Tidak ada komentar:
Posting Komentar