KELANGKAAN SUMBER DAYA ALAM
“AIR BERSIH”
Air merupakan salah satu kebutuhan yang
sangat esensial bagi manusia. Sumberdaya air dimanfaatkan manusia untuk
berbagai sektor dan kebutuhan, mulai dari kebutuhan rumah tangga, industri,
transportasi, pembangkit energi, kebutuhan kesehatan dan lain sebagainya.
Melihat nilai strategis dari sumberdaya air, maka sistem manajemen sumberdaya
air menjadi sangat penting artinya. Berbagai kebijakan dalam manajemen
sumberdaya air perlu dilakukan untuk menanggulangi krisis air yang
berkelanjutan. Diberbagai tempat di belahan muka bumi, pada saat ini terjadi
kekurangan sumberdaya air, yang mengakibatkan hilangnya kehidupan dan
sumber-sumber kehidupan. Laporan Unesco Tahun 2003 dalam bukunya Water for
people-water for life, menyatakan bahwa terkait dengan permasalahan manajemen
sumberdaya air terdapat sekitar 25.000 orang meninggal dunia per hari akibat
malnutrisi dan 6000 orang lainnya, yang kebanyakan anak-anak dibawah umur 5
tahun, meninggal akibat penyakit berkaitan dengan air (water-related
diseases).
United Nation Millenium Declaration
(2000), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menghimbau kepada negara-negara
anggotanya untuk menghentikan eksploitasi sumberdaya air yang mengakibatkan
ketidaktersediaan sumberdaya air yang berkelanjutan, melakukan pengembangan
strategi manajemen sumberdaya air di tingkat regional, nasional maupun lokal
menuju akses berkeadilan dan distribusi berkecukupan.
KRISIS AIR
Ketersediaan sumberdaya air sangatlah
beragam secara spatial maupun temporal. Sumberdaya air dalam konteks siklus
hidrologi merupakan sumberdaya yang sangat dinamis. Artinya sumberdaya tersebut
senantiasa berubah dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat lain.
Dengan dinamika tersebut maka ketersediaan dan penggunaan kebutuhan sumberdaya
air selalu berubah dan dinamis setiap saat. Terjadinya ketimpangan antara
kebutuhan dengan ketersediaan akan menimbulkan masalah, yang kemudian disebut
sebagai krisis air. Krisis air ini menurut Unesco dibagi menjadi tiga hal
besar, yaitu kelangkaan air (water scarcity), kualitas air (water
quality), dan bencana berkaitan dengan air (water-related disaster).
KELANGKAAN AIR (WATER
SCARCITY)
Pemanfaatan sumberdaya air bagi
kebutuhan umat manusia semakin hari semakin meningkat. Hal ini seirama dengan
pesatnya pertumbuhan penduduk di dunia, yang memberikan konsekuensi logis
terhadap upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Disatu sisi kebutuhan akan
sumberdaya air semakin meningkat pesat dan disisi lain kerusakan dan pencemaran
sumberdaya air semakin meningkat pula sebagai implikasi pertumbuhan populasi
dan industrialisasi. Sumberdaya air yang dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia
paling dominan berasal dari air hujan.
Menurut Shiklomanov (1997) dalam Unesco
(2003) disebutkan bahwa lebih dari 54% runoff yang dapat dimanfaatkan,
digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Apabila tingkat kebutuhan semakin
lama semakin tinggi, maka dikuatirkan ketersediaan air tidak mencukupi. Pada
saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 2 milyar manusia per hari terkena
dampak kekurangan air di lebih dari 40 negara didunia. 1,1 milyar tidak
mendapatkan air yang memadai dan 2,4 milyar tidak mendapatkan sanitasi yang
layak (WHO/UNICEF, 2000). Implikasinya jelas pada munculnya penyakit,
kekurangan makanan, konflik kepentingan antara penggunaan dan keterbatasan air
dalam aktivitas-aktivitas produksi dan kebutuhan sehari-hari.
Prediksi pada tahun 2050 secara
mencemaskan dikemukakan bahwa 1 dari 4 orang akan terkena dampak dari
kekurangan air bersih.
Pada saat ini
di negara-negara berkembang mempunyai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air
minum per kapita per tahun yaitu 1.7000 m3 sebagai air bersih yang diperlukan untuk
aktivitas sehari-hari dan untuk pemenuhan aspek kesehatan. Hal ini sebagian
besar terdapat di Afrika, diikuti kemudian oleh Asia dan beberapa bagian di
Eropa Timur dan Amerika Selatan.
Sementara itu dalam konteks lokal di
Indonesia, kelangkaan air
akan sangat terlihat pada saat musim kemarau datang. Sebagai salah satu contoh,
adalah fenomena di Jakarta. Ibu Kota negara ini dialiri 13 sungai, terletak di
dataran rendah dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Seiring dengan
pertumbuhan penduduk Jakarta yang sangat pesat, berkisar hampir 9 juta jiwa,
maka penyediaan air bersih menjadi permasalahan yang rumit. Dengan asumsi
tingkat konsumsi maksimal 175 liter per orang, dibutuhkan 1,5 juta meter kubik
air dalam satu hari. Neraca Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun
2003 menunjukkan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) diperkirakan baru mampu
menyuplai sekitar 52,13 persen kebutuhan air bersih untuk warga Jakarta.
(Kompas, 20 Juni 2005).
KUALITAS AIR (WATER
QUALITY)
Meskipun secara kuantitatif terdapat
keseimbangan antara jumlah air yang tersedia dengan kebutuhan yang diperlukan,
namun saat ini pencemaran air sungai, danau dan air bawah tanah meningkat
dengan pesat. Berdasarkan
data UNESCO, sumber pencemaran yang sangat besar berasal dari manusia,
dengan jumlah 2 milyar ton sampah per hari, dan diikuti kemudian dengan sektor
industri dan perstisida dan penyuburan pada pertanian. Sehingga
memunculkan prediksi bahwa separuh dari populasi di dunia akan mengalami
pencemaran sumber-sumber perairan dan juga penyakit berkaitan dengannya.
Pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran
yang diakibatkan oleh adanya limbah industri dan domestik mempunyai banyak
akibat buruk. Pencemaran limbah dapat mengakibatkan menurunnya keindahan
lingkungan, penyusutan sumberdaya, dan adanya wabah penyakit dan keracunan.
Masuknya limbah ke dalam sungai selain memberikan dampak terhadap perubahan
fisik air sungai juga memberikan dampak secara khemis dan biologis terhadap air
sungai. Secara umum dampak tersebut adalah terjadinya dekomposisi bakteri aerobik,
dekomposisi bakteri anaerobik, dan perubahan karakter biotik.
Di Indonesia, sebagai salah satu contoh
kasus adalah kondisi pencemaran di Sungai Gajahwong Yogyakarta. Sungai
Gajahwong memiliki tidak kurang dari 73 daerah pembuangan sampah, dimana 97%nya
merupakan pembuangan dengan kategori sedang sampai dengan banyak, artinya
produksi sampah di sepanjang daerah ini sangat besar dan sebagian besar
sampahnya berasal dari warga sekitar. Apabila dilihat dari banyaknya
titik-titik pembuangan sampah yang ada maka tidak mengherankan bila kualitas
air sungai di Gajahwong mengalami penurunan. Hal itu antara lain terlihat dari
tingginya kadar Cl yang mencapai 19,8 mg/l pada daerah titik pengamatan
disekitar daerah Dayu hingga Terminal Condong Catur, dan bakteri coli yang
melebihi 2400 MPN/100ml.
DAMPAK TERKAIT KRISIS AIR (WATER RELATED DISASTER)
Sumberdaya air dapat mengakibatkan
kerusakan dan bencana di muka bumi. Bencana alam yang terkait dengan sumberdaya
air antara lain banjir, kekeringan, pencemaran air tanah, dan tsunami. Menurut data Unesco, pada Tahun
1991-2000 terdapat lebih dari 665.000 manusia meninggal dunia dalam 2.557
kejadian bencana alam. Dimana 90% diantaranya terkait dengan air.
Banjir merupakan bencana alam terbesar
berkaitan dengan air. Fenomena bencana banjir merupakan salah satu dampak dari
kesalahan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Banjir terjadi karena
beberapa hal; pertama, terjadinya penggundulan hutan dan rusaknya kawasan
resapan air di daerah hulu. Seperti diketahui bahwa daerah hulu merupakan
kawasan resapan yang berfungsi untuk menahan air hujan yang turun agar tidak
langsung menjadi aliran permukaan dan melaju ke daerah hilir, melainkan ditahan
sementara dan sebagian airnya dapat diresapkan menjadi cadangan air tanah yang
memberikan kemanfaatan besar terhadap kehidupan ekologi dan ekosistem (tidak
hanya manusia). Tindakan penebangan hutan dan perusakan daerah hulu tidak
terlepas dari sebuah alasan untuk memenuhi kebutuhan materialitas manusia.
Kedua, beralih fungsinya penggunaan
lahan di daerah hulu dari kawasan pertanian dan budidaya menjadi kawasan
permukiman dan kawasan terbangun juga mengakibatkan aliran permukaan yang lebih
besar ketika hujan turun. Aliran permukaan yang besar akan menyebabkan
terjadinya banjir apabila kapasitas daya tampung saluran sungai dan drainase
tidak mencukupi. Fenomena perkembangan permukiman juga tidak dapat dielakkan
lagi seiring dengan perkembangan pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Ketiga, banjir juga disebabkan oleh
terjadinya pendangkalan di saluran sungai dan drainase akibat terjadinya erosi
di daerah hulu. Dengan demikian kapasitas daya tampung menjadi berkurang dan
air diluapkan ke berbagai tempat sebagai banjir.
Keempat, banjir juga tidak luput dari
perilaku manusia dan dampak dari pembangunan fisik perkotaan. Banyak kawasan
terbuka menjadi kawasan terbangun. Daerah terbuka yang dulunya bermanfaat
menjadi kawasan peresapan sekarang semakin berkurang. Implikasinya tidak ada
lagi atau sangat sedikit sekali air hujan yang dapat diresapkan kedalam tanah
sebagai cadangan air tanah, dan sebagian besar di alirkan sebagai aliran
permukaan sehingga kapasitas saluran drainase terutama di kawasan perkotaan
menjadi tidak memadai.
Kelima, tidak adanya kesadaran dan
kepekaan lingkungan dari perilaku masyarakat. Kegiatan pembuangan sampah dan
limbah padat industri menyebabkan terjadinya pendangkalan dan penyumbatan
aliran sungai.
Selain banjir, kekeringan juga
merupakan bencana alam terkait dengan sumberdaya air. Kekurangan sumberdaya air
dalam kurun waktu yang lama akan mengakibatkan kekeringan. Kekeringan dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu 1) Kekeringan meteorologis yaitu keadaan
suatu wilayah pada saat-saat tertentu terjadi kekurangan (defisit) air karena
hujan lebih kecil daripada nilai evapotranspirasinya (penguapan air). Di
wilayah ini terjadi kekurangan air pada musim kemarau sehingga masyarakat sudah
terbiasa dan menyesuaikan aktivitasnya dengan iklim setempat. Hanya saja, penyimpangan
musim masih dapat terjadi. Penyimpangan inilah yang sering menimbulkan bencana
kekeringan. 2) Kekeringan hidrologis merupakan gejala menurunnya cadangan air
(debit) sungai, waduk-waduk dan danau serta menurunnya permukaan air tanah
sebagai dampak dari kejadian kekeringan. Keberadaan hutan perlu dipertahankan
dan dilestarikan agar dapat menyimpan air cukup, dan 3) Kekeringan pertanian, kekeringan
muncul karena kadar lengas tanah di bawah titik layu permanen dan dikatakan
tanaman telah mengalami cekaman air
Implikasi dari bencana kekeringan
terhadap pertanian adalah berupa kegagalan panen. Sebagai contoh, gagal panen
yang terjadi di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang disebabkan minimnya curah
hujan melanda 117 kecamatan mencakup 1.108 desa di 16 kabupaten/kota. Jumlah
penduduk korban gagal panen mencapai 101.973 kepala keluarga (KK) atau 452.920
jiwa (Indomedia, 2005). Di berbagai daerah di Indonesia, terutama bagian timur,
yang curah hujannya relatif lebih rendah dibandingkan di bagian barat, maka
pada musim kemarau panjang lebih sering terkena bencana kekeringan, galgal
panen dan gizi buruk.